Jangan Bersedih, Hadapilah Kenyataan

Jika anda menganggap sesuatu yang mulia sebagai kehinaan, maka hinalah dia. Dan jika anda tidak mengharapkan sesuatu, maka jiwamu akan melupakannya.

{Allah akan memberikan karunia-Nya dan demikian pula Rasul-Nya, sesungguhnya kami adalah orang-orang yang berharap kepada Allah.} [QS. At-Taubah:59]

Saya pernah membaca sebuah cerita tentang seorang laki-laki yang melompat dari jendela. Di salah satu jari tangan kiri laki-laki tersebut melingkar sebuah cincin. Ketika laki-laki itu meloncat, cincin itu terpaut pada sebuah paku yang ada di sebuah jendela. Dengan jatuhnya tubuh laki-laki yang berat itu, paku yang ada di jendela itu menarik jari, dan putuslah. Tangan kiri laki-laki itu, tinggal empat jari. Ia pun berkata kepada dirinya, “Aku hampir tidak ingat lagi bahwa aku hanya memilki empat jari di tangan sebelah kiri. Dan, aku baru menyadarinya ketika aku teringat kejadian itu.”

“Allah menakdirkan dan Allah melakukan apa yang Dia kehendaki.” [Al-Hadits]

Jangan katakan ah, pada api. Jika kau katakan, ah, maka para pendosa akan bergirang dan air mata akan mengalir dengan deras.

Saya mengenal seseorang yang buntung tangan kanannya kerana didera penyakit kronis. Ia awet rupa, menikah, dan dikaruniai banyak anak.Ia bahkan bisa menyetir mobilnya dengan lancer dan melakukan pekerjaannya tanpa kesulitan. Seakan Allah menciptakan dua tangan untuknya.

“Terimalah dengan penuh kerelaan dengan apa yang Allah berikan kepadamu, niscaya kamu menjadi manusia yang paling kaya.” [Al-Hadits]

Hiburlah dirimu, maka dia akan gembira pada tempatnya. Apakah air mata mampu mengembalikan barang berharga yang telah lama hilang?

Alangkah cepat kita mampu beradaptasi dengan realitas. Dan, betapa menakjubkan kita mampu menerima kondisi kehidupan baru kita. Lima puluh tahun lampau, di dalam rumah hanya ada beberapa alat sederhana. Misalnya, alas dari daun kurma, sebuah tempat air sederhana, sebuah periuk dari tanah, sebuah mangkuk ceper besar, dan sebuah kendi. Tapi kehidupan tetap berjalan. Sebab kita rela dan menyerahkan kehidupan kita kepada kenyataan.

Jiwa akan terus meminta jika selalu kau manjakan. Sebaliknya, jika dikembalikan pada yang sedikit, dia pasti akan puas juga.

Pernah tejadi keributan antara dua kabilah di Kuffah. Tepatnya, di Mesjid Jami'. Masing-masing pihak telah menghunus pedang dan anak panah. Suasana kian panas. Hampir saja tengkorak lepas dari jasad.

Lalu keluarlah salah seorang dari masjid untuk mencari seorang juru damai penyabar. Dia adalah Al-Ahnaf bin Qais. Pada saat itu Ahnaf berada di rumahnya sedang memerah susu kambing. Dia memakai pakaian yang harganya tidak sampai sepuluh dirham. Badannya kurus dan penampilannya memprihatinkan.

Ketika dikabarkan tentang apa yang terjadi, ia tenang saja dan tidak kaget. Sebab, dia sudah terbiasa menghadapi kesulitan dan hidup dalam tekanan. Ia hanya berkata, “InsyaAllah, akan baik-baik saja!”

Setelah itu disuguhkan sarapannya, Seakam tidak terjadi apa-apa. Dan, sarapannya hanyalah sepotong roti kering, minyak, garam, dan segelas air. Sejenak dia membaca “Bismillah,” lantas makan. Selesai makan dia membaca “Alhamdulillah.” Dia berkata, “Gandum dari Irak, minyak dari Syam, air dari sungai Tigris, dan garam Marw adalah nikmat yang tiada tara.”

Sudah itu , dia mengenakan pakaian dan mengambil tongkat. Lalu berjalan menuju kerumunan massa. Ketika orang-orang melihatnya, serentak orang-orang berdesakan ingin melihatnya. Dan, baru tenang ketika ia mulai bicara. Spontan ia melontarkan kata-kata tentang perdamaian, dan meminta untuk segera bubar. Semua yang terlibat dalam keributan itu pun pulang. Keributan itu kemudian tidak terjadi, dan fitnah yang tadi menyulut emosi mereka hilang begitu saja.

Bisa saja seseorang mendapat kemuliaan, walau ia memakai selendang lusuh dan kantong baju bertambal-tambal.

Dalam kisah di atas terdapat pelajaran yang bisa kita dapat. Diantaranya:

Kemuliaan itu bukan dengan kegagahan dan penampilan. Minimnya harta yang dimiliki seseorang bukan petunjuk bahwa dia hidup sengsara. Demikian pula dengan kebahagiaan, tidak dinilai dari jumlah kekayaan dan kemegahan.

{Adapun manusia, apabila Rabbnya mengujinya lalu Dia memuliakannya [dengan] diberi kesenangan, maka dia berkata, “Rabb-ku telah memuliakan aku.” Adapun bila Rabbnya mengujinya lalu membatasi rezekinya maka dia berkata, “Rabb-ku menghinaku.”} [QS. Al-Fajr:15-16]

Nilai manusia sebenarnya adalah bakat-bakat yang terpupuk dan sifat mulia. Bukan pakaiannya, bukan sepatunya, bukan istananya, dan bukan pula rumahnya. Bobot manusia itu terletak dalam keilmuan, kedrmawanan, kesabaran, dan akalnya.

{Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu adalah orang yang bertakwa.} [QS. Al-Hujurat:13]

Adapun hubunganya dengan bahasan yang kita bicarakan kali ini adalah bahwa kebahagiaan tidak terdapat dalam kekayaan yang melimpah ruah. Kebahagiaan tidak pula di istana yang demikian megah. Tidak juga pada emas dan perak. Namun, hadir di dalam hati dengan keimanan, ridha-Nya, kelembutan, dan sinarnya.

{Dan, janganlah harta benda dan anak-anak mereka menarik hatimu.} [QS. At-Taubah:55]

{Katakanlah: “Dengan karunia Allah dan rahmat-Nya, hendaklah dengan itu mereka bergembira.”} [QS. Yunus:58]

Biasakan diri anda untuk menerima qadha' dan qadar Allah. Apa yang bisa anda lakukan jika tidak percaya qadha' dan qadar Allah? Apakah anda akan masuk ke perut bumi? Atau akan mengambil tangga untuk naik ke langit? Semua itu tidak akan berguna dan sama sekali tidak akan menolong anda dari qadha' dan qadar Allah. Lalu bagaimana solusinya?

Solusinya adalah kita rela dan pasrah.

{Di mana pun kamu berada, kematian akan mendapatkan kamu. Meskipun kamu berada di dalam benteng yang tinggi dan kokoh.} [QS. An-Nisa':78]

Diantara hari-hari yang paling mengerikan sekaligus menakutkan dalam hidup saya adalah saat dokter spesialis menyatakan bahwa tangan saudara saya, Muhammad, harus diamputasi. Saat mendengar kabar inilaksana di sambar petir. Namun saya berusaha mengalahkan emosi dan mengembalikan jiwa kepada firman Allah:

{Tidak sesuatu musibah pun menimpa seseorang kecuali dengan izin Allah; dan barangsiapa yang beriman kepada Allah niscaya Allah akan memberi petunjuk kepada hatinya.} [QS. At-Taghabun:11]

{Dan, berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar. [Yaitu] orang-orang yang apabila ditimpa musibah, mereka mengucapkan, “Inna Lillahi wa Inna Ilaihi Rajiun.”} [QS. Al-Baqarah:155-156]

Ayat-ayat ini adalah tetesan air yang menyejukkan. Sebuah kedamaian, ketenangan, dan kemenangan.

Tak ada gunanya bagimu dunia yang ujungnya hanyalah ketakutan yang sangat kuat dan lubang yang paling kecil. Allah telah memberikan pahala terhadap apa yang kau minta.

Dia telah hadir saat umur kita masih kecil. Dan, kita tidak memiliki siasat untuk berkelit dari semua itu. Siasat kita hanyalah iman dan menyerah kepada qadar.

{Bahkan mereka telah menetapkan tipu daya [jahat], maka sesungguhnya Kami akan membalas tipu daya mereka.} [QS. Az-Zukhruf:79]

{Dan, Allah berkuasa terhadap urusan-Nya.} [QS. Yusuf:21]

{Dan, bila Dia berkehendak [untuk menciptakan] sesuatu, maka [cukuplah] Dia hanya mengatakan kepadanya: “Jadilah!” Lalu jadilah ia.} [QS. Al-Baqarah:117]

Dalam sekali waktu, Al-Khansa' an-Nakha'iyah mendapatkan kabar bahwa keempat putranya gugur di jalan Allah dalam perang Al-Qadisiyah. Saat itu, yang langsung dilakukannya adalah memuji Allah dan berterima kasih kepada-Nya atas baiknya rangkaian takdir yang diciptakan Allah, atas pilihan-Nya yang terbaik, dan diberlakukannya qadha'.

Hal ini bisa terjadi kerana ada dorongan keimanan dari dalam dirinya. Juga, sebuah kekuatan dan keyakinan yang tidak pernah surut. Orang sepertinya akan diberikan pahala dan akan hidup bahagia di dunia dan akhirat.

Jika tidak melakukan itu semua, maka apa yang harus ia lakukan? Apakah ia harus murka, menghardik, berpaling dan menolak? Yang berarti kerugian dunia dan akhirat.

“Maka barang siapa rela, dia akan mendapatkan kerelaan itu. Dan, barangssiapa membenci, maka dia akan mendapatkan kebencian itu.” [Al-Hadits]

Sesungguhnya 'balsem' untuk menawarkan musibah dan 'obat' untuk mengurangi tekanan hidup adalah ungkapan kita yang tulus : INNA LILLAHI WA INNA ILAIHI RAJI'UN.

Artinya, kita semua adalah milik Allah, makhluk-Nya dan berada dalam kekuasaan-Nya. Kiata berasal dari-Nya dan akan kembali kepada-Nya. Semua perkara ada di tangan-Nya, dan kita tak punya kekuasaan sedikitpun.

Jiwaku yang menguasai sesuatu telah pergi, maka bagaimana mungkin aku menangisi sesuatu jika dia telah pergi.

{Tiap-tiap sesuatu pasti binasa, kecuali wajah-Nya [Allah].} [QS. Al-Qashash:88]

{Semua yang ada di bumi ini akan binasa.} [QS. Ar-Rahman:26]

{Sesungguhnya kamu akan mati dan sesungguhnya mereka akan mati pula.} [QS. Az-Zumar:30]

Jika anda dikejutkan oleh kabar bahwa rumah anda terbakar, anak anda meninggal, atau harta anda lenyap, apa kira-kira yang akan anda lakukan? Tidak ada gunanya lari, tidak ada manfaatnya kabur dan menghindari takdir. Serahkan segala urusan kepada Allah, terimalah qadar Allah, sadarilah kenyataan yang ada, dan carilah pahala dari peristiwa itu. Sebab hanya itu yang ada di hadapanmu, tidak ada piliahan lain.

Ya, memang ada pilihan lain, tapi hina sekali. Dan saya peringatkan anda menghindarinya. Piliahan lain itu adalah menyesali apa yang terjadi dan menggerutu terhadap apa yang telah berlalu, serta marah sejadi-jadinya.

Tapi apa yang didapatkan dari itu semua? Yang didapatkan hanyalah kemarahan dari Rabb, kebencian dari sesama manusia, pahala yang hilang, dan dosa yang semakin banyak. Lebih dari itu, bencana tidak akan pergi, derita itu tidak akan hilang, dan takdir anda yang sudah seperti itu tidak akan pernah diubah.

{Maka hendaklah ia merentangkan tali ke langit, kemudian ia melaluinya, kemudian ia melaluinya, kemudian hendaklah dia pikirkan apakah tipu dayanya itu melenyapkan apa yang menyakitkan hatinya.} [QS. Al-Hajj:15]

No comments: